Pandemi Covid-19 telah mengubah perspektif pemerintah maupun pelaku industri dalam berbagai aspek, terutama dalam menjamin ketahanan kesehatan publik, pembangunan ekonomi, dan stabilitas politik. Di bidang ekonomi, setidaknya ada dua implikasi yang harus dicermati dalam mengantisipasi perubahan akibat dampak pandemi. Pertama, pandemi ini telah mendorong evaluasi terhadap global supply chain yang selama ini terpusat di beberapa negara tertentu.
Para produsen global berbondong-bondong mencari alternatif agar rantai pasoknya tetap sustainable dan mampu mengantisipasi disrupsi sejenis di masa mendatang.
Kedua, muncul pelajaran berharga akan perlunya pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan inovasi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sangat penting guna kepastian dan ketahanan ekonomi kelak.
Kedua dampak tersebut memunculkan pertanyaan bagi Indonesia, bagaimana kita dapat menangkap peluang dari kondisi saat ini untuk bangkit dari resesi ekonomi? Ada dua hal penting yang perlu disorot. Pertama, banyak perusahaan memutuskan untuk merelokasi investasi secara besar-besaran dari China ke negara-negara di Asia Tenggara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pada September lalu, terdata sebanyak 143 perusahaan asal Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Jepang, dan China berencana merelokasi investasi ke Indonesia.
Kedua, ditandatanganinya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang mengkonsolidasi perjanjian-perjanjian perdagangan bebas Asean dengan mitra dagangnya menjadi momentum penting bagi Indonesia agar gencar memanfaatkan peluang investasi dan perdagangan secara maksimal untuk menarik lebih banyak investor asing. Namun, persaingan menarik investasi tidak mudah mengingat nilai investasi global tahun depan diprediksi turun hingga US$1 triliun.
Secara statistik, daya saing Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara di Asean. Indeks kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EODB) Indonesia masih bertahan di peringkat ke-73, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, bahkan Brunei Darussalam.
Bagaimana Indonesia dapat mengungguli negara-negara tujuan investasi lain? Pertama, pemerintah harus memastikan implementasi UU Cipta Kerja berjalan efektif untuk mewujudkan iklim investasi yang lebih baik.
Kedua, pemerintah harus melakukan langkah terobosan dalam memfasilitasi investasi berkelanjutan berbasis teknologi.
Saya meyakini bahwa kunci sukses pembangunan yang berkelanjutan terletak pada teknologi dan inovasi yang memperhatikan aspek lingkungan dan manusia di dalamnya.
Sudah banyak perusahaan melakukan investasi berkelanjutan dengan menghadirkan produk inovatif. Produk-produk mereka dibuat dengan prinsip menurunkan eksternalitas negatif, baik dari aktivitas produksi dan distribusinya. Perusahaan perlu berpegang pada paradigma bahwa solusi ini pada akhirnya menjaga pertumbuhan industri itu sendiri.
Langkah pemerintah dalam merilis sejumlah kebijakan dan insentif untuk mendorong investasi berkelanjutan seperti insentif untuk pengembangan kendaraan listrik dan super tax deduction untuk kegiatan research and development patut diapresiasi. Namun, faktanya investor belum dapat sepenuhnya memanfaatkan insentif yang ada, sehingga perlu dicarikan solusinya.
Melalui dialog terbatas antarpelaku usaha dan pemerintah yang digagas oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), terdapat dua usulan yang perlu dipertimbangkan sebagai solusi bersama untuk meningkatkan potensi investasi berkelanjutan di Indonesia.
Pertama, dialog antara pemerintah dan swasta melalui sebuah platform diskusi perlu dilakukan intensif. Beragamnya tingkat pemahaman atas produk berteknologi tinggi dan inovatif menjadi tantangan tersendiri bagi perumus kebijakan.
Pemerintah menyadari bahwa dibutuhkan komunikasi dan transparansi oleh kedua pihak untuk meningkatkan pemahaman di lapangan dan mencari solusi bersama. Pemerintah diharapkan tetap terbuka untuk menerima informasi, kajian ilmiah dan fakta pendukung lainnya dari berbagai pihak untuk memperkaya proses perumusan kebijakan.
Di sisi lain, swasta juga harus aktif berbagi pengetahuan dan informasi kepada pemerintah, khususnya tentang perkembangan produk inovatif di tataran global.
Kedua, disamping dukungan infrastruktur dan tersedianya sumber daya manusia yang andal dalam penguasaan teknologi, kehadiran insentif pemerintah sangat diperlukan.
Dari dialog yang terlaksana, pihak swasta mengungkapkan bahwa pada dasarnya insentif yang ada belum sepenuhnya mendukung perkembangan produk inovatifnya. Alhasil diperlukan keterbukaan pemerintah untuk menelaah dan merumuskan insentif yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Indonesia harus bangkit dari resesi dan menjadi negara dengan perekonomian yang lebih kuat. Dengan mengedepankan prinsip investasi berkelanjutan, Indonesia diharapkan dapat menjadi negara pelopor pengembangan industri produk inovatif di Asia Tenggara.
Tidak hanya terbatas pada mobil listrik, baterai kendaraan, dan plastik biodegradable tetapi meluas ke banyak industri lainnya.